Minggu II
Prinsip Etika Dalam Bisnis Serta Etika dan Lingkungan
2.1
Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi dalam etika bisnis
adalah bahwa perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang
yang dilakukan dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya.
Contoh prinsip otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada
pihak lain untuk mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan
tertentu sesuai dengan misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan
dengan pihak lain.
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih
diartikan sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar
pengetahuan dan keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai
prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan
sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa
merugikan pihak lain atau pihak eksternal.
Dalam pengertian etika bisnis, otonomi
bersangkut paut dengan kebijakan eksekutif perusahaan dalam mengemban misi,
visi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran , kesejahteraan para pekerjanya
ataupun komunitas yang dihadapinya. Otonomi disini harus mampu mengacu pada
nilai-nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber
daya ekonomi. Kalau perusahaan telah memiliki misi, visi dan wawasan yang baik
sesuai dengan nilai universal maka perusahaan harus secara bebas dalam arti
keleluasaan dan keluwesan yang melekat pada komitmen tanggung jawab yang tinggi
dalam menjalankan etika bisnis.
Dua perusahaan atau lebih sama-sama
berkomitmen dalam menjalankan etika bisnis, namun masing-masing perusahaan
dimungkinkan menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam menjalankannya. Sebab
masing-masing perusahaan dimungkinkan menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam
menjalankannya. Sebab masing-masing perusahaan memiliki kondisi karakter
internal dan pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuan, misi dan strategi
meskipun dihadapkan pada kondisi dan karakter eksternal yang sama. Namun
masing-masing perusahaan memiliki otoritas dan otonomi penuh untuk menjalankan
etika bisnis. Oleh karena itu konklusinya dapat diringkaskan bahwa otonomi
dalam menjalankan fungsi bisnis yang berwawasan etika bisnis ini meliputi
tindakan manajerial yang terdiri atas : (1) dalam pengambilan keputusan bisnis,
(2) dalam tanggung jawab kepada : diri sendiri, para pihak yang terkait dan
pihak-pihak masyarakat dalam arti luas.
2.2
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk
mengukur bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang
terkait memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap
keberhasilan bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Oleh
karena itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan
peran yang diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak
harus mendapat akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau
memberikan kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima
oleh masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis :
dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen,
menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi,
mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain-lain.
2.3
Prinsip
Kejujuran
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis
merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja
perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip
kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain
yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam
aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran
terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini
mampu dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan
terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap
semua pihak terkait.
2.4
Hormat
Pada Diri Sendiri
Pinsip hormat pada diri sendiri dalam
etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada
bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan
cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi
yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama.
Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat
tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para
pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan,
maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Segala aspek aktivitas perusahaan yang
dilakukan oleh semua armada di dalam perusahaan, senantiasa diorientasikan
untuk memberikan respek kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan. Dengan demikian, pasti para pihak ini akan memberikan respek yang
sama terhadap perusahaan. Sebagai contoh prinsip hormat pada diri sendiri dalam
etika bisnis : manajemen perusahaan dengan team wornya memiliki falsafah kerja
dan berorientasikan para pelanggan akan makin fanatik terhadap perusahaan. Demikian
juga, jika para manajemennya berorientasikan pada pemberian kepuasan kepada
karyawan yang berprestasi karena sepadan dengan prestasinya maka dapat
dipastikan karyawan akan makin loya terhadap perusahaan.
2.5
Hak
dan Kewajiban
Paham “hak” mempunyai sejarah yang
berbelit-belit. Pada zaman Yunani kuno, Plato dan Arostoteles belum berbicara
tentang hak dalam arti yang sebenarnya. Bahkan dalam bahasa Yunani tidak
mempunyai kata untuk menunjukkakn “hak”. Bahasa Latin memiliki kata ius-iuris
(yang dikemudian hari dipakai untuk hak), tapi dalam pemikiran Roma kuno kata
ini hanya menunjukkan hukum dalam arti obyektif: keseluruhan undang-undang,
aturan-aturan, dan lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat demi
kepentingan umum (hukum dalam arti law, bukan right). Kadang-kadang istilah ius
mendapat arti “hak seseorang”, tapi hanya menunjukkan benda yang menjadi hak
(sebidang tanah, warisan, dan sebagainnya). Pada akhir abad pertengahan mulai
berkembang ius dalam arti subjektif, bukan benda yang dimiliki oleh seseorang,
melainkan ciri yang dimiliki oleh seesorang, yaitu kesanggupan seseorang untuk
sesuka hati menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu (right, bukan law). Tapi
pada waktu itu hukum dalam arti subjektif itu (hak) masih dimengerti sebagai
pantulan dari hukum dalam arti objektif: misalnya, hak milik sebagai pantulan
dari bidang tanah yang dimiliki. Baru pada abad ke-17 dan ke-18 timbul
pengertian “hak” dalam arti modern: ciri yang berakitan dengan manusia yang
bebas, terlepas dari setiap ikatan dengan hukum objektif.
Apa itu suatu hak? Dapat dikatakan, hak
merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang
lain atau terhadap masyarakat. Orang yang mempunyai hak yang bisa menuntut (dan
bukan saja mengharapkan atau menganjurkan) bahwa orang lain akan memenuhi dan
menghormati hak itu. Tetapi bila dikatakan demikian, segera harus ditambah
sesuatu yang amat penting: hak adalah yang sah atau klaim yang dapat
dibenarkan. Sebab, mengatakan klaim begitu saja jelas tidak cukup Ternyata
sering dikemukakan klaim yang tidak bisa dibenarkan. Seorang penodong bisa saja
mengklaim harta milik penumpang dalam kereta api. Tapi kita semua akan
menyetujui bahwa klaim itu tidak sah. Sebaliknya, kondektur kereta api bisa
menuntut agar penumpang membayar karcisnya. Itulah klaim yang bisa dibenarkan
dank arenanya harus dipenuhi oleh yang bersangkutan.
Sedangkan kewajiban berarti suatu
keharusan yang harus dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan mengikuti
kaidah serta aturan yang ada dan biasanya dimulain oleh sesuatu yang memiliki
hak kepada seseorang atau kelompok tersebut. Contohnya adalah jika seseorang
meminjam uang kepada temannnya dan berjanji akan mengebalikan maka temannya
punya hak untuk menagih kembali dan seseorang tersebut wajib mengganti uang
tersebut.
2.6
Teori
Etika Lingkungan
Etika lingkungan lebih dipahami sebagai
sebuah kritik atas etika yang selama ini dianut oleh manusia dan menjadi
petunjuk arah bagi manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan.
Adanya etika lingkungan bertujuan untuk mengubah pemahaman dan perilaku manusia
terhadap lingkungan. Terdapat beberapa konsep tentang etika lingkungan yang
dikembangkan oleh manusia diantaranya antroposentrisme, biosentrisme,
ekosentrisme, dan ekofeminisme. Setiap konsep memiliki pandangan yang
berbeda-beda dalam menilai keterkaitan antara manusia dengan lingkungannya.
Disini kami akan membahas tentang antroposentrisme dan biosentrisme.
A. Antroposentrisme
Antroposentrime merupakan paham yang
bahwa hanya manusia yang memiliki nilai intrinsik sedangkan komponen-komponen
lainnya baik yang hidup dan tak hidup atau ekosistem hanya memiliki nilai
instrumental (Froderman, et al.,2009). Hal ini berarti ekosistem yang berada di
luar manusia hanya berfungsi sebagai alat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Menurut
Rahim (2008), antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup
manusia memiliki beberapa nilai pokok diantaranya:
a.
manusia terpisah dari alam,
b.
mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung
jawab manusia.
c. mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat
keprihatinannya
d.
kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia
e. norma utama adalah untung rugi.
f.
mengutamakan rencana jangka pendek.
g. pemecahan krisis ekologis melalui
pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin
h. menerima secara positif pertumbuhan ekonomi
Manusia sebagai pengelola alam semesta
ini secara langsung atau tidak langsung akan melakukan perlindungan terhadap
ekosistem karena kehidupan mereka bergantung pada ekosistem tersebut. Namun
pada konsep ini perlindungan ekosistem sering dikalahkan oleh kepentingan
manusia yang ingin memanfaatkan sumber daya yang ada di ekosistem.
Antroposentrisme cenderung menghasilkan kegiatan eksploitatif yang dilakukan
oleh manusia sehingga memperbesar terjadinya kerusakan lingkungan (Susilo,
2008).
Antoposentrisme merupakan alasan
lahirnya biosentrisme, ekosentrisme, dan ekofeminisme yang timbul akibat adanya
kekecewaan terhadap antroposentrisme yang cenderung merusak lingkungan. Ketiga
paham tersebut merupakan bukti nyata bahwa masih ada manusia yang memiliki niat
baik untuk melakukan konservasi lingkungan.
B. Biosentrisme
Biosentrisme adalah paham yang memfokuskan
kehidupan sebagai satu kesatuan dan menolak pandangan bahwa hanya manusia yang
penting dalam kehidupan ini sedangkan makhluk hidup yang lain tidak (Froderman,
et al.,2009). Menurut Susilo (2008), paham biosentrisme bukan hanya manusia
yang memiliki nilai moral tetapi juga binatang sedangkan menurut Kenneth dalam
Rahim (2008) bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara
moral tetapi juga tumbuhan.
Biosentrisme merupakan paham yang
memandang bahwa tidak hanya manusia yang memiliki peran di lingkungan dan
kepentingannya harus diutamakan namun juga terdapat hewan dan tumbuhan yang
juga berperan aktif dalam mengisi lingkungan dan manusia juga sangat bergantung
pada hewan dan tumbuhan sehingga paham ini manusia memilki keterkaitan moral
dengan tumbuhan dan hewan. Menurut Keraf dalam Susilo (2008) menyebutkan bahwa
terdapat tiga pilar yang menjadi pegangan dalam pelaksanaan biosentrisme
diantaranya:
1.
Manusia memiiliki kewajiban moral terhadap alam semesta yang dapat
berupa: kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan alam dengan
segala isinya, kewajiban untuk tidak menghambat kebebasan organism lain untuk
berkembangsesuai dengan hakikatnya, dan kesediaan untuk tidak menyakiti hewan
liar.
2.
Bumi dan segala isinya adalah subjek moral. Oleh karena itu, bumi bukan
obyek atau alat yang bisa digunakan sesuka hati karena lingkungan juga memiliki
daya dukung yang terbatas.
3.
Anti spesiesme dan rasisme, pada lingkungan menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan ras dalam melakukan upaya pengelolan lingkungan dan manusia merupakan
spesies yang lebih unggul dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan.
Biosentrisme
merupakan suatu pemahaman yang sudah mulai memberikan penilaian moral yang
tidak hanya kepada manusia tetapi juga mahluk hidup lainnya. Melalui konsep ini
manusia dituntut untuk melakukan upaya konservasi lingkungan yang menjadi
kewajibannnya selama hidup di alam semesta. Selain itu, biosentrisme merupakan
langkah awal yang baik dalam melakukan pengelolaan lingkungan secara
berkelanjutan dimana dapat mengurangi kelangkaan hewan dan tumbuhan yang
menjadi endemik.
Menurut Rahim (2008), biosentrisme
memiliki beberapa nilai pokok terhadap alam yang membedakannya dengan
antroposentrisme diantaranya:
a.
Manusia adalah bagian dari alam
b.
Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh
manusia, tidak boleh diperlakukan
sewenang-wenang
c.
Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan
sewenang-wenang
d.
Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk
e.
Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai
f.
Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati
g.
Menghargai dan memelihara tata alam
h.
Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem
i.
Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif
yaitu sistem mengambil sambil memelihara.
Adanya perbedaan nilai-nilai antara
antroposentrisme dengan biosentrisme memberikan harapan baru bahwa dengan
penerapan biosentrisme sebagai bagian dari etika lingkungan mampu membawa
perbaikan terhadap kondisi lingkungan. Adanya biosentrisme mampu mendorong
manusia sebagai pemegang peranan utama dalam pengelolaan lingkungan
meninggalkan konsep antroposentrisme yang hanya menilai lingkungan secara
parsial sebagai pemenuh kebutuhan manusia.
Pada pemilihan penerapan antara
biosentrisme dan ekosentrisme dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup adalah
melalui pengkombinasian antara dua konsep tersebut. Apabila hanya menerapkan
konsep biosentrisme yang melindungi hak hidup semua mahkluk hidup maka
menggangu stabilitas dari ekosistem-ekosistem yang ada. Konsep biosentrisme
harus dipadu dengan ekosentrisme yang mendukung hak hidup untu semua mahluk
hidup tanpa mengabaikan bahwa semua komponen dalam ekosistem memiliki
keterkaitan. Keterkaitan tersebut ada karena setiap komponen memiliki fungsi
yang berbeda-beda termasuk berperan sebagai produsen atau konsumen yang harus
dijalankan agar ekosistem tetap seimbang.
2.7
Prinsip
Etika di Lingkungan Hdup
Prinsip – prinsip etika lingkungan
merupakan bagian terpenting dari etika lingkungan yang bertjuan mengarahkan
pelaksanaan etika lingkungan agar tepat sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, Pada lingkung yang lebih luas lagi diharapkan etika lingkungan mampu
menjadi dasar dalam penentuan kebijakan pembangunan berkelanjutan yang akan
dilaksanakan. Menurut Keraf (2005) dalam UNNES (2010) menyebutkan bahwa ada
sembilan prinsip dalam etika lingkungan hidup diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Sikap hormat terhadap alam atau respect for
nature.
Alam mempunyai hak untuk dihormati,
tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam tetapi juga karena
manusia adalah bagian dari alam. Manusia tidak diperbolehkan merusak,
menghancurkan, dan sejenisnya bagi alam beserta seluruh isinya tanpa alasan
yang dapat dibenarkan secara moral.
b. Prinsip tanggung jawab atau moral
responsibility for nature.
Prinsip tanggung jawab disini bukan saja
secara individu tetapi juga secara berkelompok atau kolektif. Setiap orang
dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini
sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi, seakan merupakan milik
pribadinya.
c. Solidaritas kosmis atau cosmic solidarity.
Solidaritas kosmis mendorong manusia
untuk menyelamatkan lingkungan dan menyelamatkan semua kehidupan di alam. Alam
dan semua kehidupan di dalamnya mempunyai nilai yang sama dengan kehidupan
manusia. Solidaritas kosmis juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan
mencermati alam dan seluruh kehidupan di dalamnya. Solidaritas kosmis berfungsi
untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta
mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-lingkungan atau tidak
setuju setiap tindakan yang merusak alam.
d. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap
alam atau caring for nature.
Prinsip kasih sayang dan kepedulian
merupakan prinsip moral satu arah, artinya tanpa mengharapkan untuk balasan
serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata
untuk kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli terhadap alam manusia
semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi dengan
identitas yang kuat. Alam tidak hanya memberikan penghidupan dalam pengertian
fisik saja, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.
e. Prinsip tidak merugikan atau no harm.
Prinsip tidak merugikan alam berupa
tindakan minimal untuk tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau
mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta. Manusia tidak dibenarkan
melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia. Pada masyarakat tradisional
yang menjujung tinggi adat dan kepercayaan, kewajiban minimal ini biasanya
dipertahankan dan dihayati melalui beberapa bentuk tabu-tabu yang apabila
dilanggar maka, akan terjadi hal-hal yang buruk di kalangan masyarakat
misalnya, wabah penyakit atau bencana alam.
f. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan
alam.
Prinsip ini menekankan pada nilai,
kualitas, cara hidup yang paling efektif dalam menggunakan sumber daya alam dan
energi yang ada. Manusia tidak boleh menjadi individu yang hanya mengumpulkan
harta dan memiliki sebanyak-banyaknya dengan secara terus-menerus mengeksploitasi alam. Melalui prinsip hidup
sederhana manusia diajarkan untuk memilki pola hidup yang non-matrealistik dan
meninggalkan kebiasaan konsumtif yang tidak bisa membedakan antara keinginan
dengan kebutuhan.
g. Prinsip keadilan.
Prinsip keadilan sangat berbeda dengan
prinsip –prinsip sebelumnya. Prinsip keadilan lebih ditekankan pada bagaimana
manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam
semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif pada
kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang
peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam
ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam dan
dalam ikut menikmati pemanfatannya.
h. Prinsip demokrasi.
Prinsip demokrasi sangat terkait dengan
hakikat alam. Alam semesta sangat beraneka ragam. Demokrasi memberi tempat bagi
keanekaragaman yang ada. Oleh karena itu setiap orang yang peduli terhadap
lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang demokratis
sangat mungkin seorang pemerhati lingkungan. Pemerhati lingkungan dapat berupa
multikulturalisme, diversifikasi pola tanam, diversifiaki pola makan,
keanekaragaman hayati, dan sebagainya.
i. Prinsipintegritas moral.
Prinsip integritas moral terutama
dimaksudkan untuk Pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Prinsip ini menuntut
Pemerintah baik pusat atau Daerah agar dalam mengambil kebijakan mengutamakan
kepentingan publik.
Kesembilan prinsip etika lingkungan
tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman dasar bagi setiap manusia untuk
berperilaku arif dan bijaksana dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup.
Penerapan kesembilan prinsip tersebut dapat menjadi awal yang baik atau pondasi
dasar bagi terlaksanannya pembangunan yang berkelanjutan.
Referensi
:
-Budi Untung, 2012. Hukum dan Etika
Bisnis. Yang Menerbitkan CV Andi Offset : Yogyakarta.
-http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis
-http://yusup-doank.blogspot.co.id/2011/05/hak-dan-kewajiban.html
-http://2bsiskarahayu.blogspot.co.id/2014/05/praktikum-mendel.html?view=classic