Selasa, 27 Oktober 2015

ETIKA BISNIS # (Minggu 2)



Minggu II
Prinsip Etika Dalam Bisnis Serta Etika dan Lingkungan


2.1         Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. Contoh prinsip otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain.
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa merugikan pihak lain atau pihak eksternal.
Dalam pengertian etika bisnis, otonomi bersangkut paut dengan kebijakan eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran , kesejahteraan para pekerjanya ataupun komunitas yang dihadapinya. Otonomi disini harus mampu mengacu pada nilai-nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber daya ekonomi. Kalau perusahaan telah memiliki misi, visi dan wawasan yang baik sesuai dengan nilai universal maka perusahaan harus secara bebas dalam arti keleluasaan dan keluwesan yang melekat pada komitmen tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan etika bisnis.
Dua perusahaan atau lebih sama-sama berkomitmen dalam menjalankan etika bisnis, namun masing-masing perusahaan dimungkinkan menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam menjalankannya. Sebab masing-masing perusahaan dimungkinkan menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam menjalankannya. Sebab masing-masing perusahaan memiliki kondisi karakter internal dan pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuan, misi dan strategi meskipun dihadapkan pada kondisi dan karakter eksternal yang sama. Namun masing-masing perusahaan memiliki otoritas dan otonomi penuh untuk menjalankan etika bisnis. Oleh karena itu konklusinya dapat diringkaskan bahwa otonomi dalam menjalankan fungsi bisnis yang berwawasan etika bisnis ini meliputi tindakan manajerial yang terdiri atas : (1) dalam pengambilan keputusan bisnis, (2) dalam tanggung jawab kepada : diri sendiri, para pihak yang terkait dan pihak-pihak masyarakat dalam arti luas.




2.2         Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Oleh karena itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan peran yang diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak harus mendapat akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau memberikan kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis : dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen, menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi, mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain-lain.


2.3         Prinsip Kejujuran

Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.


2.4         Hormat Pada Diri Sendiri

Pinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan, maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Segala aspek aktivitas perusahaan yang dilakukan oleh semua armada di dalam perusahaan, senantiasa diorientasikan untuk memberikan respek kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Dengan demikian, pasti para pihak ini akan memberikan respek yang sama terhadap perusahaan. Sebagai contoh prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis : manajemen perusahaan dengan team wornya memiliki falsafah kerja dan berorientasikan para pelanggan akan makin fanatik terhadap perusahaan. Demikian juga, jika para manajemennya berorientasikan pada pemberian kepuasan kepada karyawan yang berprestasi karena sepadan dengan prestasinya maka dapat dipastikan karyawan akan makin loya terhadap perusahaan.


2.5         Hak dan Kewajiban

Paham “hak” mempunyai sejarah yang berbelit-belit. Pada zaman Yunani kuno, Plato dan Arostoteles belum berbicara tentang hak dalam arti yang sebenarnya. Bahkan dalam bahasa Yunani tidak mempunyai kata untuk menunjukkakn “hak”. Bahasa Latin memiliki kata ius-iuris (yang dikemudian hari dipakai untuk hak), tapi dalam pemikiran Roma kuno kata ini hanya menunjukkan hukum dalam arti obyektif: keseluruhan undang-undang, aturan-aturan, dan lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat demi kepentingan umum (hukum dalam arti law, bukan right). Kadang-kadang istilah ius mendapat arti “hak seseorang”, tapi hanya menunjukkan benda yang menjadi hak (sebidang tanah, warisan, dan sebagainnya). Pada akhir abad pertengahan mulai berkembang ius dalam arti subjektif, bukan benda yang dimiliki oleh seseorang, melainkan ciri yang dimiliki oleh seesorang, yaitu kesanggupan seseorang untuk sesuka hati menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu (right, bukan law). Tapi pada waktu itu hukum dalam arti subjektif itu (hak) masih dimengerti sebagai pantulan dari hukum dalam arti objektif: misalnya, hak milik sebagai pantulan dari bidang tanah yang dimiliki. Baru pada abad ke-17 dan ke-18 timbul pengertian “hak” dalam arti modern: ciri yang berakitan dengan manusia yang bebas, terlepas dari setiap ikatan dengan hukum objektif.
Apa itu suatu hak? Dapat dikatakan, hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat. Orang yang mempunyai hak yang bisa menuntut (dan bukan saja mengharapkan atau menganjurkan) bahwa orang lain akan memenuhi dan menghormati hak itu. Tetapi bila dikatakan demikian, segera harus ditambah sesuatu yang amat penting: hak adalah yang sah atau klaim yang dapat dibenarkan. Sebab, mengatakan klaim begitu saja jelas tidak cukup Ternyata sering dikemukakan klaim yang tidak bisa dibenarkan. Seorang penodong bisa saja mengklaim harta milik penumpang dalam kereta api. Tapi kita semua akan menyetujui bahwa klaim itu tidak sah. Sebaliknya, kondektur kereta api bisa menuntut agar penumpang membayar karcisnya. Itulah klaim yang bisa dibenarkan dank arenanya harus dipenuhi oleh yang bersangkutan.
Sedangkan kewajiban berarti suatu keharusan yang harus dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan mengikuti kaidah serta aturan yang ada dan biasanya dimulain oleh sesuatu yang memiliki hak kepada seseorang atau kelompok tersebut. Contohnya adalah jika seseorang meminjam uang kepada temannnya dan berjanji akan mengebalikan maka temannya punya hak untuk menagih kembali dan seseorang tersebut wajib mengganti uang tersebut.


2.6         Teori Etika Lingkungan

Etika lingkungan lebih dipahami sebagai sebuah kritik atas etika yang selama ini dianut oleh manusia dan menjadi petunjuk arah bagi manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Adanya etika lingkungan bertujuan untuk mengubah pemahaman dan perilaku manusia terhadap lingkungan. Terdapat beberapa konsep tentang etika lingkungan yang dikembangkan oleh manusia diantaranya antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme, dan ekofeminisme. Setiap konsep memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam menilai keterkaitan antara manusia dengan lingkungannya. Disini kami akan membahas tentang antroposentrisme dan biosentrisme.
A.      Antroposentrisme
Antroposentrime merupakan paham yang bahwa hanya manusia yang memiliki nilai intrinsik sedangkan komponen-komponen lainnya baik yang hidup dan tak hidup atau ekosistem hanya memiliki nilai instrumental (Froderman, et al.,2009). Hal ini berarti ekosistem yang berada di luar manusia hanya berfungsi sebagai alat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Rahim (2008), antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup manusia memiliki beberapa nilai pokok diantaranya:
a.    manusia terpisah dari alam,
b.  mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
       c.    mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya
       d.   kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia
       e.    norma utama adalah untung rugi.
f.    mengutamakan rencana jangka pendek.
g. pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin
       h.   menerima secara positif pertumbuhan ekonomi

Manusia sebagai pengelola alam semesta ini secara langsung atau tidak langsung akan melakukan perlindungan terhadap ekosistem karena kehidupan mereka bergantung pada ekosistem tersebut. Namun pada konsep ini perlindungan ekosistem sering dikalahkan oleh kepentingan manusia yang ingin memanfaatkan sumber daya yang ada di ekosistem. Antroposentrisme cenderung menghasilkan kegiatan eksploitatif yang dilakukan oleh manusia sehingga memperbesar terjadinya kerusakan lingkungan (Susilo, 2008).
Antoposentrisme merupakan alasan lahirnya biosentrisme, ekosentrisme, dan ekofeminisme yang timbul akibat adanya kekecewaan terhadap antroposentrisme yang cenderung merusak lingkungan. Ketiga paham tersebut merupakan bukti nyata bahwa masih ada manusia yang memiliki niat baik untuk melakukan konservasi lingkungan.


B.      Biosentrisme
Biosentrisme adalah paham yang memfokuskan kehidupan sebagai satu kesatuan dan menolak pandangan bahwa hanya manusia yang penting dalam kehidupan ini sedangkan makhluk hidup yang lain tidak (Froderman, et al.,2009). Menurut Susilo (2008), paham biosentrisme bukan hanya manusia yang memiliki nilai moral tetapi juga binatang sedangkan menurut Kenneth dalam Rahim (2008) bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan.
Biosentrisme merupakan paham yang memandang bahwa tidak hanya manusia yang memiliki peran di lingkungan dan kepentingannya harus diutamakan namun juga terdapat hewan dan tumbuhan yang juga berperan aktif dalam mengisi lingkungan dan manusia juga sangat bergantung pada hewan dan tumbuhan sehingga paham ini manusia memilki keterkaitan moral dengan tumbuhan dan hewan. Menurut Keraf dalam Susilo (2008) menyebutkan bahwa terdapat tiga pilar yang menjadi pegangan dalam pelaksanaan biosentrisme diantaranya:
1.      Manusia memiiliki kewajiban moral terhadap alam semesta yang dapat berupa: kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan alam dengan segala isinya, kewajiban untuk tidak menghambat kebebasan organism lain untuk berkembangsesuai dengan hakikatnya, dan kesediaan untuk tidak menyakiti hewan liar.
2.      Bumi dan segala isinya adalah subjek moral. Oleh karena itu, bumi bukan obyek atau alat yang bisa digunakan sesuka hati karena lingkungan juga memiliki daya dukung yang terbatas.
3.      Anti spesiesme dan rasisme, pada lingkungan menyatakan bahwa tidak ada perbedaan ras dalam melakukan upaya pengelolan lingkungan dan manusia merupakan spesies yang lebih unggul dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan.
 Biosentrisme merupakan suatu pemahaman yang sudah mulai memberikan penilaian moral yang tidak hanya kepada manusia tetapi juga mahluk hidup lainnya. Melalui konsep ini manusia dituntut untuk melakukan upaya konservasi lingkungan yang menjadi kewajibannnya selama hidup di alam semesta. Selain itu, biosentrisme merupakan langkah awal yang baik dalam melakukan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan dimana dapat mengurangi kelangkaan hewan dan tumbuhan yang menjadi endemik.
Menurut Rahim (2008), biosentrisme memiliki beberapa nilai pokok terhadap alam yang membedakannya dengan antroposentrisme diantaranya:
a.       Manusia adalah bagian dari alam
b.      Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia,         tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang
c.       Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang
d.      Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk
e.       Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai
f.       Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati
g.      Menghargai dan memelihara tata alam
h.      Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem
i.        Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara.

Adanya perbedaan nilai-nilai antara antroposentrisme dengan biosentrisme memberikan harapan baru bahwa dengan penerapan biosentrisme sebagai bagian dari etika lingkungan mampu membawa perbaikan terhadap kondisi lingkungan. Adanya biosentrisme mampu mendorong manusia sebagai pemegang peranan utama dalam pengelolaan lingkungan meninggalkan konsep antroposentrisme yang hanya menilai lingkungan secara parsial sebagai pemenuh kebutuhan manusia.
Pada pemilihan penerapan antara biosentrisme dan ekosentrisme dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup adalah melalui pengkombinasian antara dua konsep tersebut. Apabila hanya menerapkan konsep biosentrisme yang melindungi hak hidup semua mahkluk hidup maka menggangu stabilitas dari ekosistem-ekosistem yang ada. Konsep biosentrisme harus dipadu dengan ekosentrisme yang mendukung hak hidup untu semua mahluk hidup tanpa mengabaikan bahwa semua komponen dalam ekosistem memiliki keterkaitan. Keterkaitan tersebut ada karena setiap komponen memiliki fungsi yang berbeda-beda termasuk berperan sebagai produsen atau konsumen yang harus dijalankan agar ekosistem tetap seimbang.


2.7         Prinsip Etika di Lingkungan Hdup

Prinsip – prinsip etika lingkungan merupakan bagian terpenting dari etika lingkungan yang bertjuan mengarahkan pelaksanaan etika lingkungan agar tepat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, Pada lingkung yang lebih luas lagi diharapkan etika lingkungan mampu menjadi dasar dalam penentuan kebijakan pembangunan berkelanjutan yang akan dilaksanakan. Menurut Keraf (2005) dalam UNNES (2010) menyebutkan bahwa ada sembilan prinsip dalam etika lingkungan hidup diantaranya adalah sebagai berikut:


a.    Sikap hormat terhadap alam atau respect for nature.
Alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam tetapi juga karena manusia adalah bagian dari alam. Manusia tidak diperbolehkan merusak, menghancurkan, dan sejenisnya bagi alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara moral.
b.   Prinsip tanggung jawab atau moral responsibility for nature.
Prinsip tanggung jawab disini bukan saja secara individu tetapi juga secara berkelompok atau kolektif. Setiap orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi, seakan merupakan milik pribadinya.
c.    Solidaritas kosmis atau cosmic solidarity.
Solidaritas kosmis mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan menyelamatkan semua kehidupan di alam. Alam dan semua kehidupan di dalamnya mempunyai nilai yang sama dengan kehidupan manusia. Solidaritas kosmis juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencermati alam dan seluruh kehidupan di dalamnya. Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-lingkungan atau tidak setuju setiap tindakan yang merusak alam.
d.   Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature.
Prinsip kasih sayang dan kepedulian merupakan prinsip moral satu arah, artinya tanpa mengharapkan untuk balasan serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli terhadap alam manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi dengan identitas yang kuat. Alam tidak hanya memberikan penghidupan dalam pengertian fisik saja, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.
e.    Prinsip tidak merugikan atau no harm.
Prinsip tidak merugikan alam berupa tindakan minimal untuk tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta. Manusia tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia. Pada masyarakat tradisional yang menjujung tinggi adat dan kepercayaan, kewajiban minimal ini biasanya dipertahankan dan dihayati melalui beberapa bentuk tabu-tabu yang apabila dilanggar maka, akan terjadi hal-hal yang buruk di kalangan masyarakat misalnya, wabah penyakit atau bencana alam.
f.    Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang paling efektif dalam menggunakan sumber daya alam dan energi yang ada. Manusia tidak boleh menjadi individu yang hanya mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya dengan secara terus-menerus  mengeksploitasi alam. Melalui prinsip hidup sederhana manusia diajarkan untuk memilki pola hidup yang non-matrealistik dan meninggalkan kebiasaan konsumtif yang tidak bisa membedakan antara keinginan dengan kebutuhan.

g.   Prinsip keadilan.
Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip –prinsip sebelumnya. Prinsip keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam dan dalam ikut menikmati pemanfatannya.
h.   Prinsip demokrasi.
Prinsip demokrasi sangat terkait dengan hakikat alam. Alam semesta sangat beraneka ragam. Demokrasi memberi tempat bagi keanekaragaman yang ada. Oleh karena itu setiap orang yang peduli terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang demokratis sangat mungkin seorang pemerhati lingkungan. Pemerhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diversifikasi pola tanam, diversifiaki pola makan, keanekaragaman hayati, dan sebagainya.
i.     Prinsipintegritas moral.
Prinsip integritas moral terutama dimaksudkan untuk Pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Prinsip ini menuntut Pemerintah baik pusat atau Daerah agar dalam mengambil kebijakan mengutamakan kepentingan publik.
Kesembilan prinsip etika lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman dasar bagi setiap manusia untuk berperilaku arif dan bijaksana dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup. Penerapan kesembilan prinsip tersebut dapat menjadi awal yang baik atau pondasi dasar bagi terlaksanannya pembangunan yang berkelanjutan.



Referensi :

-Budi Untung, 2012. Hukum dan Etika Bisnis. Yang Menerbitkan CV Andi Offset : Yogyakarta.

-http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis

-http://yusup-doank.blogspot.co.id/2011/05/hak-dan-kewajiban.html

-http://2bsiskarahayu.blogspot.co.id/2014/05/praktikum-mendel.html?view=classic


Sabtu, 24 Oktober 2015

Tugas Etika Bisnis # - Pelanggaran Etika Bisnis



Nama : - Awalludin Ma'rifatullah Idhofi (11212269)
             - Lilis Januwiarti (14212209)

Kelas : 4EA21

Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah sebut saja X, dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini, kita dapat mengkategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati pada nasabah X, karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.




Referensi : http://menir-gaptek.blogspot.co.id/2015/06/7-contoh-pelanggaran-etika-bisnis.html